Sabtu, 21 Agustus 2010

KARAKTER KE-ORGANISASI-AN MAHASISWA

Mahasiswa adalah subjek utama dalam membanun kultur akademik, hal itu dapat diukur dengan pertimbangan bahwa secara kuantitas mahasiswa adalah mayoritas bila dibandingkan dengan dosen atau pimpinan fakultas dan universitas, kemudian mahasiswa adlah “anak muda” yang memiliki kemandirian berpikir dan berbuat, dan mahasiswa merupakan subjek-subjek yang secara langsung menjalani proses pendidikan dan pengajaran di kampus-kampus.
Mengkondisikan kampus dengan satu perspektif saja, apakah itu perspektif pimpinan universitas, perspektif dosen dalam sistem perkuliahan yang masih berparadikma dosen centries yang akan menghambat proses kematangan keilmuan kader-kader mahasiswa dan berakibat semakkin jauhnya kader-kader mahasiswa dari kesadaran akan tanggung jawabnya sebagai agent of social change
Hal demikian juga akan hanya menciptakan iklim masyarakat kampus yang individu-indiviunya jauh dari kesadaran sampai dimana dirinya dan mayarakatnya berjalan dank e arah mana berjalannya itu. Mental perubahan terbentuk dari bangunan paradikma yang dibangun pada pikiran dan hati sanubari para kader, dan kultur akademik seolah mengambil porsinya tersendiri dalam bangunan paradikma para kader. Dalam hal ini kita bersepakat bahwa iklim an atau bangunan kultur akademik di kampus-kampus memiliki porsi ang dominant dalam menentukan bangunan paradigma yang akan menentukan mental perubahanyang terbangun dalam setiap pribadi para kader mahasiswa.
Kondisi masyarakat kampus yang demiian, membentuk bangunan kultur akademik yang hanyut dalam hanya satu arus pemahaman tentang sperti apaidealnya karakter akademisi yang menghuni basis-basis kaum intelektual muda mahasiswa kampus yaitu pemahaman bahwa mahasiswa hanya kuliah dan mengejar indeks prestasi tinggi, tanpa ada kondisi yang memungkinkan untuk merubah pemahaman tersebut kearah pemahaman bahwa mahasiswa adalah satu identitas yang membentuk karakter individu yang menyandang identitas tersebut dekat dengan semua permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak bias ditawar-tawar lagi, inilah sejatinya identitas mahasiswa.
Kemudian sistem perkaderan yang seperti apa yang dapat melahirkan melahirkan kader-kader yang memiliki karakter kuat untuk menjadi motor penggerak kearah perubahan tatanan social yang lebih berkeadilan ditengah dinamika ekonomi, soial dan politik bangsa hari ini.
Sebagai sebuah gerkan mahasiswa, imm sudah menginjak di usia yang ke 44, dimana usia tersebut seharusnya menjadi usia yang diidentikkan dengan fase kematangan. Baik kematagan tentang gerakan, sikap organ dan juga matang dalam berpikir. Itu adalah sebuah kondisi yang normal, namun tidak demikian yang terjadi di imm. Karena sejarah telah mencatat bahwasanya gerak ikatam ini sering kali limbung bahkan mengalami koma (untuk tingkatan DPP) selama beberapa decade. Praktis jika kita menakar kembali kehadiran imm di kancah pergerakan, kita harus mengakui bahwasanya kita masih polos. Dan akibat dari kepolosan itulah, kader-kader imm mudah diombang-ambingkan keadaan, mudah terseret arus yang sengaja di hembuskan ole gerakan lain, ata bahkan yang paling memilukan adalah terjadinya migrasi kader secara berjamaah ke organ gerakan lain seraya mengatakan imm tidak jelas mabda’nya, imm tidak jelas kelaminnya bahkan lebih tragis lagi dikatakan imm tidak islami, kiri anti masjid bahkan kafir.permasalahan diatas adalah realitas meskipun untuk saat ini kejadian seperti itu semakin menyusut.
Sebagai sebuah gerakan mahasiswa, imm mengambil segmentasi di wilayah intelektual, wilayahdakwah dan wilayah social yang mana merupakan hasil pembacaan yang mendalam para “the founding fathers” kita dan juga sebagai anitea dari gerakan kemahasiswaan yang ada pada saat itu. Oleh karena itu, imm menjadi orgaisasi yang unik karena sifat gerakannya yang membumi melalui ggerakan dakwah dan gerakan social serta gerakan yang sifatnya elite melalui gerakan intelektual.
Namun secara perlahan imm sendiri mengalami stagnasi.merosotnya pamor imm, mudahnya imm kehilangan kader bahkan dipandang sebelah mata kehadirannya menjadi hal yang harus segera dibenahi.
Setidaknya ada beberapa hal yang melatar belakangi mengapa gejala tersebut mewabah di tubuh imm.antara lain:
Lemahnya trintas di tubuh kader
Secara normative bias kita petakan dari wilayah gerak di atas menjadi ranah-ranah intelektualiatas, religiusitas dan humanitas. Ranah-ranah ini yang kemudian mengkristal dalam tubuh imm engan sebutan trinitas imm atau dengan nama lain tri kompetensi dasar imm. Lemahnya trinitas dalam tubuh imm bias menjadi indikasi awal dari lemahnya loyalitas dan militansi seorang kader. Sebagai contoh, ambillah parameter tentang religiusitas seorang kader. Dijelaskan bahwa seorang kader imm harusnya mempunyai pemahaman dan implementasi aqidah yang bulat dan utuh, tertib dalam ibadah serta berpemahaman agama yang inklusif, pluralis, egaliter dan liberal. Hal innilah yang sering menjadi titik lemah imm, sehingga mudah dimanfaatkan oleh gerakan lain untuuk menjudge bahwa imm tidak islami, imm kering akan sentuhan ruhiyah dan sepiritual, anti syari’at ahkan kafir. Stigma negative atau black campaigne ini jelas-jelas merugikan imm, meskipun harus jujur kita akui bahwasanya hal tersebut tidak sepenuhnya benar dan juga tidak sepenuhnya salah.
Contoh lain adalah parameter intelektualitas, dimana kader imm harus bersemangat individuasi yakni proses pemaksimalan potensi diri melalui proses membaca, menulis dan berdiskusi bias disebut segitiga intelektual, tanpa adnya pembatasan wacana. Potensi ini juga belum tergarap secara maksimal karena banyak kader yang enggan membiasakan diri untuk melakukan individuasi, minimal membaca. Bahkan anggaran untuk membeli buku pun tak tersedia karena lebih senang dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan perut dan gaya hidup hedonis/
Pluralitas di tubuh imm adalah sebuah realita. Kita bias menyaaksikan beraneka ragam tipikal kader dari segi pemikiran, tampilan lahiriyahhingga asal muasal organisasi. Bukan hal yang aneh jika ada kader imm yang gandrung dengan wacana kanan maupun kekiri-kirian. Bukan hal yang aneh pula jika ada sebagian kader imm berbaju koko atau bergamis serta bercelana cingkrang dan sebagian kader yang lain berkaos oblongbergambar che Guevara dan bercelana jeans. Bukan hal yang aneh jika ada immawati berjilbab besar dan bercadar ataupun berjilbab kecil. Namun manajemen dan transformasi akan keragaman kader ini sering kali macet karena factor intern immsendiri yaitu ketidaksiaan dan ketidak-pede-an para pimpinan untuk menerima dan membimbing kader-kader potensial ini.
Persoalan diatas adalah sebuah realitas dan kita tidak bias menutup mata akan hal itu. Untuk itu ada beberapa hal yang bias dilakukan untuk menambal kelemahan-kelemahan yang terjadi di imm.
Penguatan trinitas imm
Trinitas imm adalah salah satu modal dari pijakan kuat bagi imm untuk membangun gerakannya. Parameter-parameter yang telah dijelaskan diatas bias menjadi acuan dalam proses didik diri kader. Penggalia terhadap nilai-nilai ideologis (islam, muhammadiyah dan imm) harus senantiasa dilakukan, tanpa meninggalkan sisi ritual yang menjadi kewajibanbagi seorang muslim. Atau jika perlu, sebagai penguat spiritkeberagamaandi tubuh imm di lakukan sholat lail berjama’ah sebagai sebuah tradisi baru bagi kader-kader imm. Karena kita pun harus jujur, bahwasanya shalat lail di kalangan imm belum membudaya dan hanya menjadi pelengkap ketika prosesi DAD berlangsung (itu pun masih jarang atau belum optimal)
Selain itu pemanfaatan masjid sebagai sentra kegiata imm bias menjadi pemupus stigma negative imm yang katanya gerakan kiri atau anti majid dsb. Dan ini bias menjadi tiik awal kembalinya masjid-masjid di kampus PTM ke pangkuan imm.
Pengaktifan kembali ruang-ruang diskusi sebagai aplikasi “segitiga intelektual” bias menjadi titik awal kebangkitan intelektual imm. Proses pertukaran wacana akan semakin mempercepat kematangan intelektual seorang kader. seperti format gerakan intelektual “baret merah” yang konsisten dijalankan PC IMM Sukoharjo.
Perbaikan sistem kaderisasi imm
Kaderisasi menjadi bagian terpening dari sebuah keberlangsungan gerakan seperti halnya imm.. kader sebagai penopang organisai jangan sampai terabaikan keberadaan dan kebutuhannya. Sebagian besar motif seseorang unuk masuk di imm adalah karena factor keinginan mengenal islam lebih dalam. Hal ini adalah sah dan wajar bagi seorang anggota imm . untuk itulah sudah menjadi kewajiban bagi para pimpinan memfasilitasi kebutuhan kader terebut. Untuk itulah dibutuhkan suatu perangkat kurikulum yang berisi materi-materi perkaderan yang sistemik. Dimana nantinya, kurikulum ini diharapkan bisa menjadi pedoman bagi pelaksanaan perkaderan yang sifatnya non formal dan bisa dilaksanakan seminggu sekali. Hal ini bisa menjadi solusi atas kebuntuan proses perkaderan formal kita. Selain itu bisa menjadi pola interaksi yang dekat dan menyentuh sisi afektif seorang kader karena adanaya proes pemenuhan kebutuhan yang memang diharapkan seorang kader.
Paparan diatas adalah setitik ikhtiar bagi imm. Gerakan tanpa adanya evaluasi dan sikap kritis akan melahirkan status quo yang akan mematikan gerakan itu sendiri. Mentransformasikan kesalehan individu menuju kesalehan social mutlak dilakukan sebagaimana yang dicontohkan rosulullah SAW dan menjadi cirri dari intelektual profetik. Anggun dalam moral unggul dalam itelektual dan santun dalam aksi social tidak hanya menjadi jargon saja, melainkan menjadi realia gerakan imm. Zikir, Fikir Dan Ikhtiar adalah amunisi bagi gerakan ikatan. Wallahua’lam bshoab
Billahi fii sabiilil haq, fastabiqul khairat

PERGERAKAN MAHASISWA PADA MASA 10 TAHUN REFORMASI

Tumbangnya rezim orde baru yang telah berkuasa kurang lebih selama 32 tahun merupakan sumbangsih pikiran dan tenaga atau usaha yang dilakukan oleh mahasiswa dengan bangga kita katakan demikian yang didukung oleh lapisan masyarakat yang puncaknya pada tahun 1998 dengan mundurnya Soeharto secara resmi dari kursi Kepresidenan. Mahasiswa sebagai motor dari pergerakan ini yang dibantu oleh masyarakat bersatu padu membangun gerakan yang terdiri dari berbagai elemen gerakan mahasiswa lainnya telah berhasil membuat isu bersama dan musuh bersama yaitu Soeharto harus mundur dari kursi kepresidenan. Selain itu, mahasiswa juga menuntut untuk melakukan reformasi total dalam tataran pemerintahan, memberantas kkn, perbaikan ekonomi, menuntut Soeharto untuk segera mengembalikan aset-aset Negara kepada rakyat. Dengan tuntutan ini Soeharto pun mengundurkan diri kursi Kepresidenan. Orde baru telah berakhir maka digantiakn dengan zaman reformasi dengan beberapa tuntuan seperti yang disebutkan di atas. Seiring dengan perjalan waktu pasca reformasi, peranan gerakan mahasiswa sepertinya kurang produktif. Tuntutan reformasi belum juga tuntas sampai saat ini, korupsi merajalela, kemiskinan meningkat, ekonomi rakyat makin terpuruk dengan naiknya harga BBM, sembako naik, persoalan sosial dan masih banyak lagi persoalan lain . Sampai saat ini mahasiswa belum juga bisa memberikan kontribusi riil terhadap masyarakat untuk menyelesaikan persoalan ini. Ini merupakan PR besar bagi gerakan-gerakan mahasiswa untuk kedepannya. Maka dengan tulisan ini kita mencoba melihat pergerakan mahasiswa pasca tumbangnya rezim orde baru sampai zaman reformasi yang sedang berjalan dengan komitmen reformasinya. Melihat realita ini perlu kiranya untuk menyatukan kembali gerakan mahasiswa mencari musuh bersama agar nantinya gerakan mahasiswa kembali bersatu dalam persoalan yang ada. Memang pada saat itu adalah momen yang tepat bagi gerakan mahsiswa untuk menyatukan visi dan misi. Tapai walaupun demikian sebenarnya kita bisa menyatukan gerakan tanpa harus menunggu adanya momen, yaitu bagaimana kita bisa menciptakan momen.

Kepada para mahasiswa yang merindukan kejayaan
Kepada rakyat yang kebingungan di persimpangan jalan
Kepada pewaris peradaban yang telah menggoreskan
Sebuah catatan kebanggaan dilembar sejarah manusia
Wahai kalian yang rindu kemenangan
Wahai kalian yang turun ke jalan
Demi mempersembahkan jiwa dan raga
Untuk negeri tercinta

Sebuah syair perjuangan yang kita nyanyikan dengan lantang untuk mengobarkan semangat para mahasiswa terutama sewaktu turun aksi ke jalan. Hampir semua elemen gerakan mahasiswa menggunakan syair tersebut. Ini menunjukkkan bahwa semua elemen gerakan mahsiswa baik itu ekstra kampus dan intra kampus memiliki totalitas perjuang yang sama. Mahasiswa dengan segala potensinya selalu berusaha memberikan sumbangsih pikiran dan tenaganya untuk memberikan kontribusi terhadap persoalan yang sedang dihadapi oleh bangsa. Dalam aksinya ketika turun ke jalan mahasiswa selalu mengatasnamakan kepentingan rakyat untuk menentang berbagai kebujakan yang keluarkan pemerintah yang dianggap merugikan rakyat secara umum. Aksi (turun ke jalan) bukanlah satu-satunya jalan untuk menentang kebijakan pemerintah yang dianggap melenceng, tapi ini hanyalah salah satu alternative karena mahaiswa merasa merupakan bagian dari masyarakat.
Ada fenomena yang menarik ketika kita melihat berbagi aksi turun ke jalan yang dilakukan oleh gerakan-gerakan mahasiswa yang semuanya mengaku sebagai pembela kepentingan rakyat. Maraknya demonstrasi ini tentu tidak telepas dari tumbangnya rezim orde baru dan dalam peristiwa tersebut mahasiswa turun ke jalan demonstrasi besar-besaran yang dibantu oleh masyarakat yang kemudian kita kenal dengan reformasi, karena memang aksi turun ke jalan merupakan cara yang paling ampuh pada saat itu membuat isu bersama dan memberikan informasi kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa bangsa ini harus melakukan perubahan sehingga masyarakat juga merasa harus ikut berpartisipasi dalam perubahan tersebut. Reformasi inilah yang seakan membuka kran demokrasi di Indonesia sehingga arus perubahan yang dulu tersumbat oleh kebijakan pemerintah yang otoriter kini mengalir dengan deras, rakyat telah bebas memberikan pendapatnya, mahasiswa sudah bisa bersuara lantang menentang kebijakan pemeintah. Arus perubahan dan kebebasan inilah yang semakin memperkuat harga jual rakyat terutama mahasiswa dalam pandangan pemerintah. Sering orang mengatakan kalau mahasiswa takut sama dosen, dosen takut kepada dekan, dekan takut kepada rektor, rektor takut sama presiden dan presiden takut kepada mahsiswa.
Namun dalam realitanya yang terjadi tidak selamanya sesuai dengan yang diperkirakan, arus demokrasi tersebut mengalir terlalu deras tanpa ada pembatas atau hambatan sehingga tidak dapat diarahkan menuju agenda reformasi yang telah dicita-citakan, bahkan sudah lari dari agenda tersebut. Selain itu ada beberapa sampah-sampah yang terdapat dalam kran yang terbuka tersebut yang ternyata dapat menghambat laju perubahan, sehingga dapat kita lihat bersama bahwa perubahan yang kita inginkan belum juga sepenuhnya dapat tercapai.
Motor dari reformasi ini adalah mahasiswa, barangkali kita semua sepakat tapi perlu kita kaji kembali sedikit ke belakang bahwa dalam demontsrasi yang dimotori oleh mahasiswa ternyata mendapat bantuan dari berbagai elemen termasuk masyarakat. Jadi perjuangan reformasi merupakan perjuangan bersama oleh mahasiswa sebagai motor dan masyarakat. Dua komponen inilah yang sangat berperan dalam proses perubahan. Maka, jangan mengannggap bahwa mahasiswa adalah segala-galanya atau "superman" yang dapat menyelesaikan semua permasalahan yang dialami oleh bangsa tanpa bantuan dan partisipasi dari masyarakat luas. Mahasiswa hanya dapat berbicara saja (sebagai pemikir) dengan konsep-konsep yang ideal tetapi tidak akan sanggup untuk merealisasikannya tanpa bantuan atau dukungan dari lapisan masyarakat, karena memang mahasiswa disamping tugas Kontrol sosial juga harus menyelesaikan tugas akademik di kampus masing-masing. Begitu juga dengan masyarakat, mereka tidak akan mampu melakukan suatu perubahan tanpa diiringi oleh sebuah pemikiran matang dan konsep yang jelas sehingga diperlukan intelektual muda yang memiliki pemikiran segar yang mampu untuk menjadi pemikir-pemikir bagi masyarakat. Maka perubahan akan tercapai apabila kedua komponen tersebut dapat berdampingan secara harmonis.
Mahasiswa tidak boleh terjebak dalam romantisme masa lalu tentang peranan mahasiswa sebagai lokomotif perubahan. Selain itu kalau kita perhatikan secara jernih lagi bahwa ternyata masih banyak sekali aktivis mahasiswa yang dulunya memperjuangkan kepentingan rakyat namun ketika statusnya berubah dari mahasiswa menjadi seorang pejabat (birokrasi) semua idealisme tersebut hilang, karena sudah terlena dengan jabatan yang dipegang sehingga berusaha untuk selalu mempertahankan jabatan dengan menghalalkan segala cara. Sebagai contoh barangkali kita bisa sama-sama melihat banyak mantan-mantan aktivis mahasiswa terjerat kasus korupsi, namun hal itu tidak bisa digeneralisasi tetapi kasus ini menjadi bahan evaluasi bagi kita sebagai seorang aktivis mahasiswa kenapa hal itu bisa terjadi di kalangan aktivis. Ada yang beranggapan bahwa hal itu kembali pada diri individu masing-masing namun kenapa individu-individu tersebut bisa muncul dalam diri seorang mahasiswa yang tergabung dalam suatu pergerakan, apakah memang tidak ada kontrol dari organisasi pergerakan tersebut kepada anggotanya terutama berkaitan dengan moral. Hal ini sebenarnya terjadi karena memang tidak suatu internalisasi dari nilai-nilai moral yang dianut oleh suatu pergerakan mahasiswa kepada anggotanya sehingga ketika sudah berbeda statusnya nilai-nilai moral tersebut hilang tak berbekas dan idealismenya sebagai mahasiswa hilang terkalahkan oleh idealisme materialistis.
Fenomena yang terjadi seperti yang dipaparkan di atas bisa saja menghinggapi gerakan mahsiswa saat ini. Minimnya pemberian muatan ideology dalam kaderisasi sebagian gerakan mahasiswa bisa jadi menjadi titik awal untuk munculnya mahasiswa yang memiliki ideology yang mengambang atau bahkan menjadi pragmatis karena memang akan selalu tepengaruh lingkungan dimana dia berkecimpung. Ideology adalah landasan kita untuk bergerak sehingga sangat penting bagi setiap gerakan mahasiswa untuk menanamkan nilai-nilai ideology kepada setiap anggotanya sejak dini.
Fenomena lain yang terjadi dalam kalangan gerakan mahsiswa adalah menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap apa yang dilakukan oleh mahasiswa. Penurunan kepercayaan ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1. Ketidakjelasan hasil dari reformasi
Reformasi yang digulirkan oleh mahsiswa menjadi titik tolak perubahan namun sampai saat ini perubahan yang terjadi belum bisa memberikan kontribusi yang berarti. Sehingga rakyat menjadi ragu dan bahkan masyarakat menyalahkan mahasiswa apabila terjadi gejolak ekonomi seperti kenaikan BBM, tarif listrik, telepon dsb. Peran mahasiswa dalam mengawal reformasi sepertinya tidak dirasakan oleh masyarakat sehingga apabila mahasiswa melakukan respon terhadap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah masyarakat terlihat apatis dan tidak mau tau turun bersama-sama dengan mahasiswa.
2. Tindakan anarkis mahasiswa yang semakin memperburuk citra seorang mahsiswa yang katanya kaum intelektual muda. Perkelahian antar mahasiswa antar Fakultas secara otomatis akan menurunkan wibawa mahasiswa sebagai kaum terpelajar yang seharusnya menggunakan cara-cara yang arif dalam menyelesaikan suatu permasalahan bukan dengan menggunakan otot dan ini akan menimbulkan masalah baru bukan menyelesaikan masalah. Tindakan anarkis mahasiswa juga sering terjadi ketika melakukan aksi unjuk rasa dalam merespon isu-isu yang terjadi. Sebagian elemen mahasiswa berangapan bahwa cara-cara anarkis masih merupakan tindakan yang efektif untuk menyuarakan aspirasi mereka. Hal tersebut tidak sepenuhnya bisa disalahkan karena memang kadang pemerintah akan mendengar aspirasi mahasiswa apabila dibarengi dengan tindakan yang dapat memberikan pressure kepada pemerintah dan juga kalangan pers akan meliput aksi unjuk rasa yang menghebohkan. Dampak lain adalah mahasiswa dikatakan tukang rusuh, apalagi ketika mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa sering mengganggu arus lalu lintas yang menggannggu aktivitas masyarakat dalam mencari kebutuhan hidup. Bukankah ketika mahasiswa melakukan aksi tujuan utama mereka adalah untuk membela kepentingan rakyat namun ketika yang terjadi seperti di atas berarti siapa yang kita bela karena yang katanya dibela adalah rakyat ternyata tidak mendukung pembelaan kita.
3. Kurangnya perhatian mahasiswa terhadap kasus-kasus yang sebenarnya paling menyentuh lapisan masyarakat bawah. Saat ini mahasiswa lebih banyak fokus pada persoalan atau isu-isu nasional dan internasioanal namun lupa dengan isu-isu local atau persoalan yang ada di daerah masing-masing. Hal ini menyebabkan banyak kasus yang sebenarnya sangat membutuhkan peran serta mahasiswa di dalamnya tetapi ternyata rakyat hanya berdiri sendiri untuk mengatasinya. Mahasiswa hanya fokus pada persoalan polotik tetapi kurang respon dengan masalah-masalah sosial yang sebenarnya tidak kalah pentingnya untuk ditanggapi. Tidak semua persolan bisa dileselesaikan melalui jalur politik.
Gerakan mahasiswa saat ini perlu melakukan evaluasi terhadap gerakan yang telah dilakukan. Apakah memang sudah memberikan sumbangsih kebaikan atau sebaliknya menambah kesengsaraan yang saat ini telah menimpa rakyat Indonesia. Oleh karena itu mari kita sama-sama mengajak semua elemen gerakan mahasiswa untuk kembali pada gerakan murni yang ideal sehingga bisa mengembalikan citra nama baik mahasiswa yang katanya kaum intelektual muda yang memang peduli dan bisa memberikan sumbangsih pikiran dan tenaga untuk kepentingan rakyat Indonesia. Terutama dalam konteks kepeduliannya dalam merespon masalah-masalah sosial politik yang berkembang di tengah masyarakat. Berbagai persolan yang terjadi di tengah masyarakat dengan adanya praktek-praktek ketidakadilan, ketimpangan, pembodohan, dan penindasan terhadap rakyat atas hak-hak yang dimiliki tengah terancam. Maka kehadiran gerakan mahasiswa sebagai perpanjangan aspirasi rakyat sangat dibutuhkan sebagai upaya pemberdayaan kesadaran politik rakyat dan advokasi terhadap konflik-konflik yang terjadi yang dilakukan oleh penguasa. Secara umum advokasi yang dilakukan lebih ditujukan pada upaya penguatan posisi tawar rakyat maupun tuntutan-tuntutan atas konflik yang terejadi menjadi lebih signifikan. Dalam memainkan peran yang demikian itu, motivasi gerakan mahasiswa lebih banyak mengarah pada panggilan nurani atas kepeduliannya yang mendalam terhadap kondisi masyarakatnya serta dapat berbuat lebih banyak lagi bagi perbaikan kualitas hidup anak bangsanya.
Dengan demikian, segala ragam bentuk perlawanan yang dialakukan oleh gerakan mahasiswa lebih merupakan dalam rangka melakukan koreksi atau control atas perilaku-perilaku politik penguasa yang dirasakan telah mengalami penyimpangan dan telah melanggar komitmen awalnya dalam melakukan serangkaian perubahan dalam tataran masyarakat. Oleh karena itu, perannnya menjadi begitu penting dan berharga tatkala itu dilakukan di tengah-tengah masyarakat yang sedang dilanda oleh persoalan-persoalan sosial politik. Saking begitu berartinya, sejarah perjalanan sebuah bangsa di dunia telah membuktikan bahwa perubahan sosial yang terjadi hampir sebagian besar dipicu dan dimotori oleh adanya gerakan perlawanan gerakan mahasiswa walaupun mendapatkan tekanan dari pemerintahan yang sedang berkuasa.
Masa studi selama di kampus merupakan sarana penempaan diri yang telah merubah pikiran, sikap dan persepsi mereka dalam meumuskan kembali masalah-masalah yang tejadi di sekitarnya. Kemandegan suatu ideologi dalam memecahkan masalah terjadi meransang mahasiswa untuk mencari alternative ideolagi lain yang secara empiris dianggap berhasil. Tatakala mereka menemukan kebijakan public yang dilansir penguasa tidak sepenuhnya sesuai dengan keinginan rakyat kebanyakan, bagi mahasiswa yang kritis dengan mata hatinya, merekan akan merasa terpanggil sehingga terangsang untuk bergerak.
Di samping gerakan mahasiswa melakukan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap melenceng dan merugikan rakyat banyak baik itu dengan jalur politik atau dengan cara lain, maka perlu kiranya gerakan mahasiswa untuk merobah paradigma gerakan antara lain: Paradigma dari membaca ke menganalisa. Gerakan mahasiswa dalam melakukan gerakannya perlu sebuah konsep yang jelas sehingga apa yang dilakukan tidak mengambang dan tepat sasaran, maka dituntut untuk membaca dan memperdalam wawasan tentu tidak cukup dengan membaca dan mencari informasi tetapi semua itu harus dibarengi dengan tradisi menganalisa informasi atau persoalan dengan berfikir logis dan mendalam. Paradigma dari teks ke kontekstual, terkadang pemahaman mahasiswa atas teks-teks yang dipelajari di kampus bersifat tekstual. Oleh karena itu, perlu adanya penyeimbangan antara pemikiran dalam memahami realitas. Kalangan mahasiswa tidak semestinya hanya memahami teks saja tetapi harus mampu melihat perubahan yang terjadi di dalam masyarakat yang cepat dari teks-teks yang dipelajari di kampus. Paradigma mahasiswa di kampus harus bertumpu pada penyelarasan ideologis dengan ketajaman analisa terhadap persoalan-persoalan yang terjadi. Kalangan mahasiswa harus mampu membaca, mengkaji, dan berdiskusi secara logis, kritis, sistematis dan komprehensif serta mampu membedah persoalan dari berbagai aspek dan sudut pandang ilmu.

Gerakan mahasiswa saat ini sudah saatnya untuk melakukan evaluasi terhadap gerakan yang telah dibangun. Kalau selama ini kita melakukan gerakan yang mungkin menurut kita sudah memberikan sebuah pembelaan terhadap masyarakat tetapi dalam realitanya masyarakat justru menganggap merugiakan mereka, perlu kita kaji ulang untuk mencari alternatif lain yang lebih aman dan pas kiranya agar tidak menganggu aktivis masyarakat. Sebagai contoh misalnya ketika mahasiswa mengadakan aksi turun ke jalan membawa isu ingin membela kepentingan rakyat, yang seharusnya mahasiswa mendapat support dari masyarakat, tapi yang terjadi juustru sebaliknya mereka menganggap mahasiswa telah menghambat activitas mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selama ini gerakan mahasiswa banyak terfokus pada persolan-persolan Nasional dan Internasional sehingga persolan lokal terabaikan padahal sebenarnya itu tidak kalah urgennya untuk diangkat sebagai isu bersama dan itu adalah persoalan yang langsung menyentuh rakyat, maka kedepannya gerakan mahasiswa jangan hanya terfokus pada persolan-persoalan Nasional dan Internasioanal tetapi juga harus membahas persoalan yang ada di daerah-daerah yang langsung menyentuh masyarakat. Kalau selama ini gerakan mahasiswa hanya bisa melakukan tindakan protes terhadap kebijakan pemerintah, melakukan pelawanan terhadap kebijakan yang diambil pemerintah. Kedepan sudah seharusnya gerakan mahasiswa bisa bekerja sama dengan pemerintah mencari solusi terbaik untuk mengatasi persolan-persoalan yang dialami oleh bangsa ini. Barangkali gerakan mahasiswa harus memikirkan konsep yang jelas untuk membantu pemerintah mencari solusi terhadap persolan yang ada. Keterbukaan pemerintah sangat diharapkan disini sehingga komunikasi bisa berjalan lancar dan tidak ada saling mencurigai antara gerakan mahasiswa dan pemerintah.

Jumat, 20 Agustus 2010

DEFINISI ORGANISASI VERSI PARA AHLI

Beberapa definisi organisasi belajar menurut para ahli :

“ Inti organisasi belajar adalah kemampuan organisasi untuk memanfaatkan kapasitas mental dari semua anggotanya guna menciptakan sejenis proses yang akan menyempurnakan organisasi ” (Nancy Dixon, 1994)

“ Organisasi di mana orang-orangnya secara terus-menerus mengembangkan kapasitasnya guna menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, di mana pola-pola berpikir baru dan berkembang dipupuk, di mana aspirasi kelompok diberi kebebasan, dan di mana orang-orang secara terus-menerus belajar mempelajari (learning to learn) sesuatu secara bersama” (Peter Senge, 1990)

”Organisasi belajar adalah organisasi yang mampu melaksanakan proses transformasi pengetahuan secara siklikal-berkelanjutan, dari pengetahuan pekerja sebagai hasil belajar mandiri menjadi pengetahuan organisasi sebagai hasil belajar organisasional, untuk menumbuh kembangkan modal organisasi”. (diana siregar, ITB)

Beberapa pokok pikiran penting yang mencirikan organisasi belajar adalah :
• Adaptif pada lingkungan eksternal
• Terus-menerus meningkatkan kapabilitas untuk berubah
• Mengembangkan kemampuan belajar secara individual dan kolektif
• Menggunakan hasil belajar untuk mencapai hasil yang lebih baik.

Proses belajar tim/organisasi akan efektif jika para pekerja mampu melakukan proses belajar mandiri-yang merupakan proses yang dilalui oleh setiap pekerja untuk meningkatkan kualitas kompetensi individualnya-kemudian dilanjutkan dengan proses transformasi pengetahuan para pekerja menjadi pengetahuan organisasi.

Jadi, menurut pendapat saya organisasi belajar adalah kemampuan suatu organisasi untuk meningkatkan kualitas kinerja para anggotanya agar dapat secara terus menerus belajar dan mengembangkan potensinya di tempat dimana dia bernaung. segi berpikir sistematik (systems thinking), penguasaan pribadi (personal mastery), model mental (mental models), dan membangun visi bersama (building shared vision) sangatlah penting dalam organisasi belajar.

PERGERAKAN MAHASISWA

Sangat Menarik untuk dibicarakan jika kita berbicara mahasiswa, karena mahsiswa adalah predikat yang amat “eksklusif”. Disebut eklsusif karena mahasiswa adalah sosok yang istimewa dipandang dari sudut apapun dan dari manapun serta mempunya cerita yang istimewa dari masa ke masa, baik di Negara maju maupun di Negara berkembang begitu juga halnya dengan mahasiswa di Indonesia.
Di Indonesia sendiri mahasiswa mempunyai peranan penting dalam mengubah sejarah kebangsaan dan perjalanan demokrasi. Catat saja bagaimana peranan mahasiswa mampu merubah wajah perpolitikan saat ini yaitu dengan Gerakan reformasinya. Jauh beberapa tahun kebelakang kita mengenal angkatan gerakan kemahsiswaan dengan segala momentum sejarah kebangsaan di tanah air.
Gerakan Mahasiswa Tahun 1966
Dikenal dengan istilah angkatan 66, gerakan ini awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, dimana sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang sekarang berada pada lingkar kekuasaan dan pernah pada lingkar kekuasaan, siapa yang tak kenal dengan Akbar Tanjung dan Cosmas Batubara. Apalagi Sebut saja Akbar Tanjung yang pernah menjabat sebagai Ketua DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) periode tahun 1999-2004.
Angkatan 66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten Negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Eksekutif pun beralih dan berpihak kepada rakayat, yaitu dengan dikeluarkannya SUPERSEMAR (surat perintah sebelas maret) dari Presiden Sukarno kepada penerima mandat Suharto. Peralihan ini menandai berakhirnya ORLA (orde lama) dan berpindah kepada ORBA (orde baru). Angkatan 66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyaknya aktivis 66 yang duduk dalam kabibet pemerintahan ORBA.
Gerakan Mahasiswa Tahun 1972
Gerakan ini dikenal dengan terjadinya peristiwa MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari). Tahun angkatan gerakan ini menolak produk Jepang dan sinisme terhadap warga keturunan. Dan Jakarta masih menjadi barometer pergerakan mahasiswa nasional, catat saja tokoh mahasiswa yang mencuat pada gerakan mahasiswa ini seperti Hariman Siregar, sedangkan mahasiswa yang gugur dari peristiwa ini adalah Arif Rahman Hakim.
Gerakan Mahasiswa Tahun 1980 an
Gerakan pada era ini tidak popular, karena lebih terfokus pada perguruan tinggi besar saja. Puncaknya tahun 1985 ketika Mendagri (Menteri Dalam Negeri) Saat itu Rudini berkunjung ke ITB. Kedatangan Mendagri disambut dengan Demo Mahasiswa dan terjadi peristiwa pelemparan terhadap Mendagri. Buntutnya Pelaku pelemparan yaitu Jumhur Hidayat terkena sanksi DO (Droup Out) oleh pihak ITB (pada pemilu 2004 beliau menjabat sebagai Sekjen Partai Serikat Indonesia / PSI).
Gerakan Mahasiswa Tahun 1990 an
Isu yang diangkat pada Gerakan era ini sudah mengkerucut, yaitu penolakan diberlakukannya terhadap NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus / Badan Kordinasi Kampus) yang membekukan Dewan Mahasiswa (DEMA/DM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).
Pemberlakuan NKK/BKK mengubah format organisasi kemahsiswaan dengan melarang Mahasiswa terjun ke dalam politik praktis, yaitu dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0457/0/1990 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, dimana Organisasi Kemahasiswaan pada tingkat Perguruan Tinggi bernama SMPT (senat mahasiswa perguruan tinggi).
Organisasi kemahasiswaan seperti ini menjadikan aktivis mahasiswa dalam posisi mandul, karena pihak rektorat yang notabane nya perpanjangan pemerintah (penguasa) lebih leluasa dan dilegalkan untuk mencekal aktivis mahasiswa yang berbuat “over”, bahkan tidak segan-segan untuk men-DO-kan. Mahasiswa hanya dituntut kuliah dan kuliah tok.
Di kampus intel-intel berkeliaran, pergerakan mahasiswa dimata-matai. Maka jangan heran jika misalnya hari ini menyusun strategi demo, besoknya aparat sudah siap siaga. Karena banyak intel berkedok mahasiswa.
Pemerintah Orde Baru pun menggaungkan opini adanya pergerakan sekelompok orang yang berkeliaran di masyarakat dan mahasiswa dengan sebutan OTB (organisasi tanpa bentuk). Masyarakat pun termakan dengan opini ini karena OTB ini identik dengan gerakan komunis.
Pemahaman ini penulis dapatkan ketika mengikuti ORPADNAS (orientasi kewaspadaan nasional) tingkat DKI Jakarta yang diikuti oleh seluruh Perguruan Tinggi di Jakarta pada tahun 1993. dan juga sebagai peserta pada kegiatan TARPADNAS (penataran kewaspadaan nasional) tingkat nasional yang diikuti oleh unsur pemuda dan mahasiswa seluruh Indonesia tahun 1994..
Pemberlakuan NKK/BKK maupun opini OTB ataupun cara-cara lain yang dihadapkan menurut versi penguasa ORBA, tidak membuat mahasiswa putus asa, karena disetiap event nasional dijadikan untuk menyampaikan penolakan dan pencabutan SK tentang pemberlakukan NKK/BKK, termasuk juga pada kegiatan TARPADNAS.
Sikap kritis mahasiswa terhadap pemerintah tidak berhenti pada diberlakukannya NKK/BKK, jalur perjuangan lain ditempuh oleh para aktivis mahasiswa dengan memakai kendaraan lain untuk menghindari sikap refresif Pemerintah, yaitu dengan meleburkan diri dan aktif di Organisasi kemahasiswaan ekstra kampus seperti HMI (himpunan mahasiswa islam), PMII (pergerakan mahasiswa islam Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), PMKRI (Pergerakan Mahasiswa Kristen Indoenesia) atau yang lebih dikenal dengan kelompok Cipayung. Ini juga dialami penulis yang menemukan titik kejenuhan jika hanya bergulat dengan ORMAWA intra kampus, karena mahasiswa menjadi kurang peka terhadap lingkungan sekitar, apalagi predikat mahasiswa adalah sebagai agent of intelegence, agent of change, agent of social control, yaitu mahasiswa sebagai seorang kaum terdidik, sebagai pembaharu dan sebagai kontrol sosial.
Gerakan Mahasiswa Tahun 1998
Gerakan mahasiswa era sembilan puluhan mencuat dengan tumbangnya Orde Baru dengan ditandai lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan, tepatnya pada tanggal 12 mei 1998.
Gerakan mahasiswa tahun sembilan puluhan mencapai klimaksnya pada tahun 1998, di diawali dengan terjadi krisis moneter di pertengahan tahun 1997. harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang. Mahasiswa pun mulai gerah dengan penguasa ORBA, tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Ibarat gayung bersambut, gerakan mahasiswa dengan agenda REFORMASI nya mendapat simpati dan dukungan yang luar biasa dari rakyat. Mahasiswa menjadi tumpuan rakyat dalam mengubah kondisi yang ada, kondisi dimana rakyat sudah bosan dengan pemerintahan yang terlalu lama 32 tahun ! politisi diluar kekuasaan pun menjadi tumpul karena terlalu kuatnya lingkar kekuasaan, dan dikenal dengan sebutan jalur ABG (ABRI, Birokrat, dan Golkar).
Simbol Rumah Rakyat yaitu Gedung DPR/MPR menjadi tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia, seluruh komponen mahasiswa dengan berbagai atribut almamater dan kelompok semuanya tumpah ruah di Gedung Dewan ini, tercatat FKSMJ (Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta), FORBES (Forum Bersama), KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) dan FORKOT (Forum Kota). Sungguh aneh dan luar biasa, elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan satu tujuan : Turunkan Soeharto.
Dua elemen mahasiswa yang mencuat adalah FKSMJ dan FORKOT. Penulis mengenal betul karakter dua elemen mahasiswa ini. FKSMJ yang merupakan forumnya senat mahasiswa se Jakarta, lebih intens melakukan koordinasi dan terkesan hati-hati dalam menyikapi persolan yang muncul, dan lebih apik dalam beraksi karena menghindari gerakan mata-mata intel. Sedangkan FORKOT yang terdiri dari kelompok aktivis mahasiswa Pers Kampus lebih “radikal” dalam beraksi dan berani menentang arus, sehingga tak jarang harus berhadapan langsung dengan aparat, dan bentrok fisik pun tak terelakan.
Perjuangan mahasiswa menuntut lengsernya sang Presiden memang tercapai, tapi perjuangan ini sangat mahal harganya karena harus dibayar dengan 4 nyawa mahasiswa Tri Sakti, mereka gugur sebagai Pahlawan Reformasi, serta harus dibayar dengan tragedi Semangi 1 dan 2. Memang lengser nya Soeharto seolah menjadi tujuan utama pada gerakan mahasiswa sehingga ketika pemerintahan berganti, isu utama kembali kepada kedaerahan masing-masing. FORKOT dan FKMSMJ pun kembali bersebrangan tujuan.
REFORMASI terus bergulir, perjuangan mahasiswa tidak akan pernah berhenti sampai disini. Perjuangan dari masa ke masa akan tumbuh jika Penguasa tidak berpihak kepada rakyat.
Penutup
Dari perjalanan gerakan mahasiswa dari masa ke masa ada persamaan ciri dari gerakan mahasiswa angkatan 98 dengan gerakan mahasiswa angkatan lainnya, yaitu :
¨ Sebagai Motor penggerak Pembaharuan
¨ Kepedulian dan Keberpihakan terhadap rakyat
Sedangkan perbedaan yang mencolok adalah, penyikapan isu yang tidak sentral lagi, karena REFORMASI TOTAL belum tuntas dan aktivis angkatan 98 sudah melepas statusnya sebagai mahasiswa, serta mereka sudah tidak seidealis lagi ketika waktu masih menjadi mahasiswa di dalam menyikapi persolan bangsa, mereka sekarang sudah terjun kedalam dunia politik praktis dan tersebar di banyak partai pemilu 2004. Dulu mereka menggugat ORBA, tapi sekarang duduk dan bergabung dalam lingkaran ORBA. Inilah suatu realita perpolitikan di Indonesia. Mungkin juga anda yang sekarang sebagai aktivis akan seperti mereka, menjadi seorang Opurtunis ? hanya anda sendiri yang akan menentukan langkah selanjutnya.
Karakter yang menarik dari semua aktivis gerakan mahasiswa adalah mereka yang memenuhi persyaratan :
¨ Mempunyai prestasi akademik yang baik (IPK diatas rata-rata).
¨ Basic organisasi yang kuat, karena mengalami pengkaderan yang berjenjang dari tingkatannya, bukan aktivis instant yang hanya mengejar popularitas sesaat.
¨ Santun dalam bertingkah cerdas dalam berfikir (ahlakul kharimah), dan menjadi panutan mahasiswa lainnya.
¨ Mampu me-manage (mengatur) waktu, bukan waktu yang mengaturnya.
¨ Mampu menuangkan pokok pikiran dan ide-ide nya kedalam tulisan. Gerakan penyadaran tidak hanya dalam bentuk aksi jalanan melainkan dalam bentuk tulisan juga.
Jika anda sebagai mahasiswa mempunyai semua kriteria seperti diatas, maka anda layak menyandang predikat sebagai aktivis mahasiswa sejati. Jika belum, maka baiknya Penulis sarankan anda banyak belajar, belajar dan belajar.

ESENSI DAN EKSISTENSI MAHASISWA

BAB I
PENDAHULUAN
Apa yang harus dilakukan oleh mahasiswa bila ternyata mereka tidak mengenal siapa sesungguhnya diri mereka sendiri? Tentu hal ini akan mengalami disorientasi tentang kemana dia akan melangkahkan kakinya, dan untuk apa dia melangkah. Betapa ruginya bagi seorang mahasiswa apabila ia tidak mengetahui “keberadaannya” itu.
Mahasiswa melalui hari-harinya di kampus untuk menuntut ilmu dengan harapan agar dapat meningkatkan status sosialnya di masyarakat. Hal ini sekaligus membanggakan orang tua dengan keberadaan anaknya yang “sukses” secara akademis.
Namun, tak selamanya mahasiswa mempunyai orientasi untuk belajar, diantaranya ada juga yang tertantang untuk bergelut dengan persoalan social yang terjadi di masyarakat, sampai-sampai dia terpaksa menomor-duakan kuliahnya akibat disibukkan dengan dirinya yang ikut aktif dalam keterlibatan isu-isu di masyarakat yang tak pernah habis.
Ruang mahasiswa yang berperan sebagai akademis plus sebagai aktivis sangat jarang dan sulit ditemukan. Hal tersebut dikembalikan kepada SDM mahasiswa itu sendiri. Ketika mahasiswa itu mampu menghadapi semuanya dengan disiplin waktu, maka dengan mudah sukses keduanya bisa dicapai. Namun, ketika tidak, maka harus diambil focus salah satunya karena masalah focus ini sangat susah, yang ada hanya mahasiswa yang “rakus” dengan keduanya.
Membincangkan peran mahasiswa, merupakan usaha untuk merumuskan apa saja tindakan mahasiswa, baik secara individu atau kolektif. Mahasiswa ibarat tokoh dalam sandiwara yang memiliki rangkaian hal yang menjadikan si tokoh berlaku atau bertindak. Di sini peran mahasiswa diartikan sebagai kumpulan bentuk tindakan seorang atau suatu kelompok mahasiswa. Adanya tindakan itu, menjadikan mahasiswa terlihat, terdengar, dan terasa keberadaannya.
Dalam makalah ini yang menjadi pokok masalah, yaitu:
a. Makna esensi mahasiswa dan eksistensi mahasiswa itu sendiri.
b. Esensi mahasiswa dan eksistensi mahasiswa dalam dunia kampus





BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN ESENSI, EKSISTENSI, DAN MAHASISWA
Esensi berarti hakikat, inti, atau hal yang utama sedangkan eksistensi berarti keberadaan, ada. Mahasiswa itu sendiri berarti orang yang menuntut ilmu di perguruan tinggi.
Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa esensi mahasiswa merupakan hakikat atau hal yang utama dan patut dikakukan oleh seorang mahasiswa. Eksistensi mahasiswa merupakan suatu tindakan mahasiswa untuk menunjukkan keberadaannya.
ESENSI MAHASISWA
Esensi mahasiswa bisa juga dikatakan sebagai peran mahasiswa. Seperti yang kita ketahui, mahasiswa memiliki peran dalam melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat) yang menjadi acuan untuk selalu berusaha belajar, berkarya, dan bermanfaat.
Mahasiswa juga memiliki esensi sebagai agent of change, social control, dan moral force. Mahasiswa tak hanya bergelut dengan dunia akademisnya, akan tetapi mereka sepatutnya peka terhadap perubahan yang terjadi di sekitarnya.
Mahasiswa berperan sebagai pengawas jalannya roda pemerintahan, menyalurkan aspirasi masyarakat, dan menuntut keadilan apabila terjadi penyimpangan karena mahasiswa berada di tengah-tengah masyarakat dan pemerintah.
Pemerintah mahasiswa masyarakat
EKSISTENSI MAHASISWA
Keberadaan mahasiswa itu sendiri dapat dibagi menjadi:
a. Mahasiswa apatis; Mahasiswa jenis ini sibuk dengan dirinya sendiri dan tidak terlalu peduli dengan kondisi sosial-politik yang tengah berlangsung.
b. Mahasiswa aktifis; Mahasiswa ini adalah mereka yang terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan kemahasiswaan.
Mahasiswa tidak hanya berkelut dengan akademis saja, tetapi eksistensinya juga ditentukan dengan persoalan social. Selama ini mahasiswa dikenal sebagai fasilitator dan sekaligus pejuang dalam menyampaikan aspirasi rakyat kepada penguasa karena, mahasiswa dikenal sebagai kaum intelektual yang kritis dan mampu menyampaikan aspirasi secara baik. Itulah wujud eksistensi mahasiswa yang juga erat kaitannya dengan esensi mahasiswa itu sendiri.
Wujud eksistensi mahasiswa berupa pendapat-pendapat tentang isu-isu yang terjadi di masyarakat dapat diaktualisasikan misalnya dengan media tulis dan gambar (bulletin,poster, panflet,dll).
Salah satu wujud eksistensi mahasiswa yang lainnya adalah pelaksanaan gerakan mahasiswa (aksi atau demonstrasi). gerakan mahasiswa harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
1. Gerakan mahasiswa harus mempunyai konsep yang jelas tentang sesuatu yang dianggap kurang benar dan perlu perbaikan. Mengapa mereka bergerak, apa tujuannya, dan alternatif apa yang mereka ajukan sebagai acuan penyelesaian masalah, adalah beberapa pertanyaan yang wajib dijawab sebelum dilaksanakannya suatu gerakan. Dengan kata lain, gerakan mahasiswa harus diorganisasi secara ilmiah dan profesional, bukan sekedar kegiatan ikut-ikutan dan “asal bunyi”.
2. Para aktivis gerakan harus menjunjung tinggi nilai-nilai yang ada, serta memegang teguh asas itikad baik. Hal ini berarti bahwa apa-apa yang mereka lakukan benar-benar dilandasi oleh niat untuk memperjuangkan kepentingan bersama, bukan ambisi pribadi, terlebih lagi bukan kepentingan yang “dititipkan” oleh kelompok tertentu.
3. mahasiswa harus lebih memperluas wawasan dan mempertimbangkan asas kebijaksanaan dengan mengubah pandangan bahwa segala sesuatu yang menyangkut rakyat jelata pasti benar dan harus diperjuangkan.
Eksistensi mahasiswa dalam memberikan dan menyuarakan aspirasi bukan merupakan suatu upaya perlawanan terhadap pemerintah tetapi merupakan perlawanan terhadap ketidakadilan. Keadilan adalah hak asasi setiap warga Negara dan perlu untuk diperjuangkan.