Jumat, 17 Desember 2010

Relasi antara Tuhan, Manusia dan Alam (Rene Descartes)

Manusia Barat pada abad pertengahan benar-benar tenggelam dalam alam. Dalam hubungan dengan alam, saat itu mereka merasa seolah-olah sedang tenggelam ke dalam lumpur hidup bernama alam semesta. Dalam hubungan antar manusia, mereka benar-benar terpuruk dalam bidang pangan dan papan.
Ditengah kepanikan dan kegalauan itulah muncul seseorang yang berusaha berusaha melepaskan mereka dari kekacauan itu . Dia berusaha merubah pola pikir masyarakat pada masa itu. Dialah Rene Descartes (1596-1650) yang dikenal sebagai bapak filsafat modern.
Dengan penguasaan Geometri yang dimiliki, Desacrtes mencoba menjelaskan alam menggunakan metode itu, dia memilah-milah persoalan manusia pada dua tahapan: Pertama hubungan manusia dengan Tuhan dan posisi akan dan alam. Descartes mencoba menguraikan hal tersebut untuk menemukan formula yang dapat digunakan untuk mengeluarkan manusia dari kedangkalan pemikiran manukia dalam memposisikan alam semesta.
Pertama-tama Descartes menjelaskan Tuhan sebagai wujud mutlak, sang pencipta sebagai penyebab dari keberadaan manusia dan alam. Selanjutnya alam dijadikan sebagai objek observasi akal. Bagi Descartes alam digambarkan seumpama sebuah mesin otomat yang diciptakan Tuhan sama halnya seperti arlogi buatan manusia. Alam ditafsirkannya sebagai mesin.
Cara pandang alam sebagai mesin menumbuhkan semangat manusia untuk belajar menguasai alam. Sebelumnya manusia melihat alam sebagai hantu raksasa hitam besar yang menyeramkan. Selanjutnya timbullah hasrat manusia-manusia untuk terus mengamati, menelusuri dan menguasai alam. Akal dijadikan subjek sementara alam sebagai objek.
Ternyata dalam perkembangannya manusia menjadi semakin ambisius dalam memperlakukan alam. Mereka tidak peduli pada efek-efek buruk yang akan mereka alami bila mengeksporasi alam secara membabi buta. Maka berbagai bencana alam yang dihadapi manusia tidak lepas dari olah tangan manusia itu sendiri.
Seharusnya tidaklah timbul bencana apabila manusia tidak mempopulerkan slogan “Menaklukkan Alam”. Manusia selalu berada pada dua kondisi emosi ekstrim terhadap alam, awalnya ‘berputus asa’ akan kekuatan alam menjadi bersikap ‘sombong’ terhadap alam. Dua kondisi emosi yang menjadi sebab Azalil dikutuk dan diusir dari surga hingga berubah menjadi Iblis. Karena kefakihannya Iblis bersikap sombong lalu setelah dinyatakan terkutuk, dia berputus asa dari ampunan Allah.
Sebab itu, slogan yang berbunyi menaklukkan alam harus dirubah menjadi “Bersahabat dengan Alam”. Sikap baru terhadap alam ini merupakan jalan tengah dimana manusia dapat melaksanakan fungsinya selaku khalifatullah fil ard (Wakil Tuhan di bumi). Untuk mewujudkan cita-cita ini kita harus kembali kepada maksud Descartes secara utuh. Descartes tidak pernah melupakan peran Tuhan dalam menerapkan metode obserfasinya terhadap alam. Descartes mencoba membangun hubungan yang selaras antara Tuhan, manusia dan alam. Konsep ini selaras dengan maskud Tuhan menciptakan manusia di bumi yaitu menggunakan akal untuk mengolah potensi alam demi kemuslahatan manusia.
Bagaimana tidak, binatang-binatang ternak seperti lembu, misalnya setelah mengambil sesuatu dari alam berupa rumput, lembu dapat membayar jasa alam berupa ampas yang dikeluarkan yang bermanfaat untuk kesuburan alam. Sementara manusia setelah menggundul hutan, jangankan untuk melakukan reboisasi, malah membunuh hewan-hewan penghuni hutan serta ‘menghadiahkan’ banjir bandang bagi masyarakat sekitar hutan.
Agar dapat hidup tenang dan bersahabat dengan alam, marilah kita menafsirkan kembali pemikiran Rene Descartes tentang relasi antara Tuhan, manusia dan alam. Mari kita berlomba-lomba menjadi Khalifatullah, wakil Tuhan yang baik dengan terus menerus melakukan konserfasi alam untuk kita sekarang dan anak cucu kita di hari esok.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar