Kamis, 26 Mei 2011

HAK & KEWAJIBAN WAJIB PAJAK

Dalam Hukum Pajak, bukan subjek pajak melainkan wajib pajak merupakan sebagai pendukung hak dan kewajiban dari hukum pajak itu sendiri. Karena secara hukum, subjek pajak dengan wajib pajak memiliki perbedaan karena subjek pajak bukan subjek hukum, melainkan hanya wajib pajak sebagai subjek hukum mengingat subjek pajak tidak memenuhi syarat-syarat subjektif atau objektif untuk dikenakan pajak sehingga bukan subjek hukum.
Yang termasuk wajib pajak ialah seperti : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Bea Materai, dan Pajak Daerah. Berdasarkan ketentuan pada Pasal 1 angka 1 UU KUP, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan atau pemotongan pajak tertentu. Sedangkan definisi Badan itu sendiri menurut Pasal 1 angka 2 UU KUP adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan lainnya, BUMN, BUMD atau dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, ORMAS, ORPOL atau yang sejenisnya, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya. Sementara pada Pasal 1 ayat (1) UU PPh, bahwa yang menjadi subjek pajak untuk Pajak Penghasilan adalah :
1. a. Orang Pribadi
b. Warisan yg belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yg berhak
2. Badan
3. Bentuk Usaha Tetap
Penjelasan selanjutnya tercantum pada Pasal 2 ayat (1) ialah :
1. a. Orang Pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal maupun tidak bertempat tinggal di Indonesia.
2. b. Warisan sebagai subjek pajak, merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak dikemudian hari. Ini menjadi dasar agar pengenaan pajak dari warisan tersebut tetap terjamin, berhubung misalnya yang punya harta (warisan) semasa hidup tidak menetapkan tidak menetapkan siapa yang bertanggung jawab dikemudian hari apabila yang bersangkutan meninggal dunia.
3. Badan sebagai subjek pajak adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan satu kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun tidak, meliputi PT, CV, Perseroan lainnya, BUMN, BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, Koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, ORMAS, Organisasi Sosial Politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, Bentuk Usaha Tetap dan bentuk usaha lainnya termasuk Reksa Dana.
4. Bentuk Usaha Tetap seperti yang dimaksudkan pada Pasal 2 ayat (5), UU No. 36 Tahun 2008-PPh menjelaskan bahwa bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, atau yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Selanjutnya menurut penjelasan Pasal 2 ayat (5) UU No. 36 Tahun 2008 menyatakan bahwa suatu Badan Usaha Tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business), yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin, peralatan, gudang, dan komputer atau agen elektronik, yang dimiliki, yang disewa atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan aktifitas melalui internet. Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Pengertian Bentuk Usaha Tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak berkedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia, apabila orang pribadi atau badan dalam menjalankan usaha, atau melakukan kegiatan di Indonesia, menggunakan, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri.
HAK WAJIB PAJAK
Wajib Pajak mempunyai hak yang wajib diindahkan oleh para pihak administrasi pajak. Hak tersebut dapat digunakan pada saat-saat tertentu dan apabila hak tersebut dilanggar oleh pihak administrasi pajak, si pemilik hak (wajib pajak) dapat mengajukan masalah tersebut ke pejabat/atasan dari si pelanggar atau ke peradilan pajak.
Hak Wajib Pajak sebagaimana yang tercantum didalam Undang-Undang Pajak, antara lain sebagai berikut :
1) Memperoleh NPWP setelah melaporkan diri ke kantor Direktorat Jenderal Pajak.
2) Mengajukan permohonan penundaan penyampaian Surat Pemberitahuan kepada Pejabat Pajak.
3) Menerima tanda bukti pemasukan surat pemberitahuan.
4) Melakukan pembetulan sendiri surat pemberitahuan yang telah dimasukkan.
5) Mengajukan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran pajak sesuai dengan kemampuannya.
6) Menerima tanda bukti setoran pajak sebagai bukti bahwa wajib pajak telah membayar lunas pajak yang terhutang.
7) Mengajukan permohonan perhitungan atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak serta memperoleh kepastian ditetapkannya Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pajak.
8) Mengajukan permohonan pembetulan salah tulis atau salah hitung yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak dalam penerapan peraturan perundang-undangan Perpajakan.
9) Mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga denda atau kenaikan.
10) Menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk memenuhi kewajiban dan menjalankan haknya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
11) Mengajukan surat keberatan dan mohon kepastian terbitnya surat keputusan atas surat keberatannya.
12) Mengajukan permohonan banding atas surat keputusan keberatan pada Pengadilan Pajak.
13) Mengajukan surat gugatan terhadap tindakan pejabat pajak seperti menerbitkan surat tagihan pajak, dan lain-lain pada pengadilan pajak untuk memohon keadilan atas kesewenangan dalam menjalankan peraturan perundang-undangan perpajakan.
14) Menunjuk kuasa hukum untuk mewakili dalam persidangan, baik di Lembaga Keberatan, Pengadilan Pajak maupun Mahkamah Agung.
Hak-hak wajib pajak tersebut tidak boleh dianggap sepele ataupun dikesampingkan oleh pejabat pajak. Pejabat pajak yang telah terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum atas tidak mengindahkan hak-hak wajib pajak boleh dipersoalkan di hadapan hukum.
KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
Wajib Pajak merupakan subjek hukum dalam konteks hukum pajak karena telah memenuhi syarat subjektif dan objektifnya untuk dikenakan pajak. Ketentuan Kewajiban Wajib Pajak yang harus dilaksanakan, antara lain :
1) Wajib Pajak mendaftarkan diri pada Kantor DIRJEN Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau domisili wajib pajak dan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
2) Wajib Pajak melapor kepada Kantor DIRJEN Pajak yang wilayah kerjanya meliputi daerah tempat tinggal si wajib pajak terkait segala jenis kegiatan usahanya dan dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, dan diberikan keputusan pengukuhan pengusaha kena pajak.
3) Wajib mengambil sendiri surat pemberitahuan di tempat-tempat yang ditetapkan oleh pejabat pajak yang mudah dijangkau oelh wajib pajak. Hal ini dimaksudkan agar wajib pajak tidak memperoleh kesulitan untuk mendapatkan surat pemberitahuan dalam menunaikan kewajibannya.
4) Wajib mengisi dengan jelas, benar, dan lengakp serta ditandatangani sendiri surat pemberitahuan, kemudian mengembalikan ke kantor Dirjen Pajak dilengkapi dengan lampiran-lampiran. Contoh : Laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi beserta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besar penghasilan kena pajak.
5) Membuat faktur pajak merupakan kewajiban pengusaha kena pajak.
6) Diwajibkan untuk membayar pajak di tempat yang telah ditentukan oleh Undang-undang.
7) Pajak yang terutang wajib dibayar lunas oleh wajib pajak dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.
8) Berkewajiban untuk menyelenggarakan dan/atau memperlihatkan pembukuan atau pencatatan maupun data yang diperlukan oleh pemeriksa pajak.
9) Wajib memberi kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk melakukan pemeriksaan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu. Penunjukan ini tidak memerlukan surat kuasa khusus karena secara tegas telah diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan.
10) Berkewajiban untuk menunjuk wakil bagi wajib pajak badan yang bertanggung jawab tentang pelaksanaan kewajiban perpajakan.
11) Wajib menunjuk kuasa hukum untuk mewakili wajib pajak di luar maupun di dalam lembaga peradilan pajak, lembaga keberatan, pengadilan pajak dan Mahkamah Agung. Penunjukan kuasa hukum wajib dilengkapi dengan surat kuasa khusus karena tanpa surat kuasa khusus tersebut, dianggap tidak sah secara hukum.
12) Kewajiban wajib pajak sebagaimana dimaksud di atas tidak bersifat final yang berarti setiap saat dan waktu dapat berubah. Ini dimaksudkan agar kewajiban pajak dapat mengalami perubahan yang signifikan dalam upaya penegakan hukum pajak.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar