Kamis, 26 Mei 2011

Pengertian Hukum Pajak

Dalam literatur berbahasa Inggris, hukum pajak disebut tax law. Sementara dalam bahasa Belanda disebut belasting recht. Hukum pajak pada garis besarnya dapat dibagi dalam arti luas dan dalam arti sempit. Hukum pajak dalam arti luas ialah hukum yang berkaitan dengan pajak. Hukum pajak dalam arti sempit ialah seperangkat kaidah hukum tertulis yang mengatur hubungan antara pejabat pajak dengan wajib pajak yang memuat sanksi hukum. Sanksi hukum yang diterapkan berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana.

Adapun pengertian hukum pajak menurut para ahli, antara lain :

· Rochmat Soemitro (1979;24-25) berpendapat bahwa hukum pajak ialah suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak.

· Santoso Brotodihardjo (1995;1) berpendapat bahwa hukum pajak yang disebut juga hukum fiskal adalah peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas negara sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dengan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (wajib pajak).

· Bohari (2004;29) berpendapat bahwa hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak.

· Erly Suandy (2000;13) berpendapat bahwa hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan antara penguasa (pemerintah) sebagai pemungut pajak dengan rakyat sebagai pembayar pajak (wajib pajak).

Hukum pajak juga memiliki sumber-sumber hukum. Akan tetapi, hukum pajak hanya bersumber pada sumber hukum yang tertulis yang berkaitan di bidang perpajakan. Hukum pajak tidak memiliki sumber hukum yang tidak tertulis karena kebiasaan tidak dikenal dalam perpajakan. Adapun sumber hukum pajak yang sifatnya tertulis terdiri dari :

1) Undang-Undang Dasar 1945

Mengenai pajak telah diatur pada Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 : “Segala pajak untuk keperluan negara harus berdasarkan undang-undang.” Dan setelah diamandemen, Pasal 23A ayat (2) berbunyi “pajak dan pungutan yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Pelaksanaan Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 telah ditetapkan dalam berbagai UU Pajak yang memuat ketentuan formal, ketentuan materiil, maupun gabungan dari keduanya. Adapun UU Pajak yang dimaksud, antara lain :

a) UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Telah mengalami pengubahan sebanyak tiga kali, terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 (UU Ketentuan Umum Perpajakan).

b) UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Telah mengalami pengubahan sebanyak tiga kali, terakhir dengan UU No. 17 tahun 2000 (UU Pajak Penghasilan).

c) UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Telah mengalami pengubahan sebanyak dua kali, terakhir dengan UU No. 18 Tahun 2000 (UU Pajak Pertambahan Nilai).

d) UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan telah diganti dengan UU No. 12 Tahun 1995 (UU Pajak Bumi dan Bangunan).

e) UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai dan telah diganti dengan UU No.13 Tahun 1994 (UU Bea Materai).

f) UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan telah diganti dengan UU No. 20 Tahun 2000 (UU Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan).

g) UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan telah diganti dengan UU No. 17 Tahun 2006 (UU Kepabeanan).

h) UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai (UU Cukai).

i) UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2000 (UU Pajak Retribusi Daerah).

j) UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000 (UU PPDSP).

k) UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. UU tersebut lahir sebagai bentuk penjabaran Pasal 23A UUD 1945 yang mencabut UU No. 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.

2) Perjanjian/Traktat Perpajakan

Perjanjian Perpajakan merupakan sumber hukum pajak yang tertulis sebagai hasil perjanjian dua negara atau lebih. Ini bertujuan untuk mencegah terjadinya pajak ganda internasional (international double taxation) yang menimbulkan beban tinggi terhadap wajib pajak dan juga untuk mencegah terjadinya penghindaran dan penyelundupan pajak internasional (international tax avoidance and tax evasion).

3) Yurisprudensi Perpajakan

Yurisprudensi Perpajakan adalah putusan pengadilan mengenai perkara pajak yang meliputi sengketa pajak dan tindak pidana pajak yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap. Putusan pengadilan yang terkait dengan sengketa pajak adalah Putusan Pengadilan Pajak maupun Mahkamah Agung yang telah mempunyai kekuatan hukum mengikat para pihak yang bersengketa. Putusan Pengadilan terkait tindak pidana pajak ialah Putusan Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum maupun Mahkamah Agung.

4) Doktrin Perpajakan

Doktrin atau pendapat para ahli hukum, khususnya ahli hukum pajak. Tidak semua ahli hukum merupakan ahli hukum dibidang perpajakan. Doktrin Perpajakan hanya dapat lahir karena pendapat ahli hukum pajak dan bukan ahli hukum pada umumnya. Mengingat Hukum Pajak itu sendiri bersifat khusus dan substansi hukum pajak itu sendiri memiliki perbedaan yang prinsipil dengan hukum lainnya.

Saya berpendapat bahwa Hukum Pajak adalah Kumpulan dari aturan-aturan yang berlaku di masyarakat dan bersifat memaksa yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil pajak dari masyarakat dan menyerahkannya kembali ke masyarakat melalui kas negara.

2 komentar :